Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan Diaspora Kader
Adakanlah
dari kamu sekalian, golongan yang mengajak kepadake-Islaman,
menyuruh kepada kebaikan dan mencegah daripadakeburukan.
Mereka itulah golongan yang beruntung berbahagia " (QS Ali-Imran:104)
Awalnya, Organiasasi dengan nama Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) di berdiri sebagai bentuk gerakan yang mencoba
mengembalikan gerakan mahasiswa ke area idealisme-nya yang pada saat itu mulai terkotak
– kotak pada politik praktis dan ritual
adat yang tidak sesuai islam. Hal ini yang menyebabkan kegiatan yang di lakukan
IMM pada awalnya adalah kegiatan keagamaan seperti pengajian minggu pagi dan
tidak tergabung dalam partai politik manapun sebagai bentuk indepensinya[1].
Sampai saat ini secara administrasi hal itu tetap di pertahankan oleh IMM, hal
ini dibuktikan dengan adanya jarak yang tetap terjaga walaupun terdapat partai
yang identik dengan Muhammadiyah. Tentu ini selaras ideologi Muhammadiyah
selaku ayah kandung IMM yaitu lebih
memilih perjuangan dakwah pembinaan masyarakat daripada melalui jalur politik
praktis yang berorentasi pada politik kekuasaan. Dalam konteks gerakan sosial,
Muhammadiyah memilih ideologi amal saleh, yang menempatkan islam bukan sekedar
ajaran Normatif dan Teoritik. Sehingga ideologi dalam gerakan sosial keumatan
dan kemasyarakat ialah Ideologi islam pembebasan[2].
Pengkaderan yang terjadi di dalam tubuh
Muhammadiyah identik dengan lahirnya Kader Persyarikatan sebagai contoh seorang
kader dari awal akan mengikuti Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), lalu Ikatan
Mahasiwa Muhammadiyah (IMM) kemudian Pemuda Muhammadiyah (PM bagi Ikwan)
Nasyiatul Aisyiyah (NA bagi Ukhti) dan di akhiri dengan Muhammadiyah dan Aisyiyah[3]. Dalam
perkembangannya, kader IMM yang merupakan putera Muhammadiyah juga selalu mengikuti
trend tersebut apalagi dengan adanya Khittah Perjuangan Muhammadiyah yang mengandung
garis strategi perjuangan merupakan
aspek atau unsur dari Ideologi Muhammadiyah. Ideologi Muhammadiyah yang tak
lain adalah ideologi Islam Reformis - Modernis atau Ideologi yang Berkemajuan[4].
Muhammadiyah secara ideologis lebih memilih
perjuangan dakwah non politik yang menekankan pada pembinaan masyarakat untuk
terwujudnya masyarakat islam serta tidak pada perjuangan merebutkan kekuasaan
sebagaimana partai politik dan bukan berarti Muhammadiyah berpaham Sekuler. Muhammadiyah
memahami politik merupakan salah satu aspek muamalah duniawiyat yang harus di
jiwai, di bingkai dan di arahkan oleh nilai ajaran Islam. Garis perjuangan
dakwah non politik praktis tersebut secara konsisten di pegang oleh
muhammadiyah sejak kelahirannya hingga di rumuskannya khittah palembang 1956,
ponorogo 1969, ujung pandang 1971, surabaya 1978, dan denpasar 2002[5]. Mengutip
tulisan A.H. Sani “ Ikatan sebagai organisasi kader maka apapun
yang di lakukan oleh ikatan adalah sesuai dengan Muhammadiyah”[6].
Mungkin saja hal ini yang menyebabkan kader IMM merasa canggung
untuk berdiaspora di luar Organisasi Persyarikatan.
IMM dengan tujuannya “Mengusahakan terbentuknya akademisi Islam
yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah”[7]
harus mampu mengimplikasikannya kepada masyarakat luas sesuai yang terkandung
dalam salah satu hadist shahih yang mengatakan bahwa sebaik baiknya manusia
adalah orang yang bermanfaat bagi manusia lain[8]. Tentu
akan sangat menarik bagi seorang kader yang berdiaspora di luar Persyarikatan
Muhammadiyah, bagaimana menyeimbangkan antara Idealisme Muhammadiyah dengan
godaan kekuasaan politik praktis yang begitu menggiurkan. Diaspora sendiri
mengandung arti penyebaran atau meninggalkan tempat asal ke berbagai tempat
lain[9].
Jadilah
menteri, insinyur, dokter, mantri tapi kembalilah ke Muhammadiyah[10]
begitu kata pendiri Muhammadiyah K.H Ahmad Dahlan yang secara eksplisit sudah
mentakdir kan bahwa kader Muhammadiyah harus mampu berdiaspora di berbagai
bidang agar menjadi seorang yang ahli di bidang itu, namun tetap kembali pada
Muhammadiyah sebagai rumah tinggalnya. Menurut Abdul Halim Sani[11]
bentuk diaspora terbagi menjadi dua, yaitu diaspora kedalam dan diaspora
keluar.
Bentuk diaspora kedalam merupakan suatu
kewajiban bagi Ikatan dan tidak dapat di tinggalkan karena Ikatan merupakan
organisasi kader dan bertugas untuk menjadi penerus dan penyempurna Gerakan Muhammadiyah.
Ikatan berperan sebagai penguatan jaringan dan memberikan dorongan serta
teguran pada Muhammadiyah jika tidak menjalankan amanatnya secara konskuen
serta memberikan kontribusi dalam berbagai displin ilmu dan pemberdayaan guna
mempersiapkan masyarakat yang berilmu sebagai ciri dari khoirul umat
(masyarakat utama). Ikatan harus mendistribusikan kader kader terbaiknya guna
mewarnai tubuh Muhammadiyah dan memberikan pencerahan terhadap Muhammadiyah agar
tetap pada ghirohnya dan sebagai
bentuk pengabdian secara profesional terhadap Muhammadiyah.
Bentuk Diaspora keluar adalah perwujudan
intelektualitas yang di miliki oleh kader IMM yang harus di terapkan agar
terciptanya masyarakat yang di harapkan sesuai dengan idealitas IMM. Diaspora
keluar terbagi menjadi dua gerakan, yaitu gerakan secara individu dan secara
organisatoris yang di maksudkan secara gerakan individu adalah gerakan yang di
lakukan seorang kader sesuai dengan displin ilmu atau kemampuannya dalam
melakukan gerakan sosial. Gerakan ini sangat memungkinkan individu tersebut
tergabung dalam sistem ataupun independen. Sementara gerakan secara organisasi
ini merupakan gerakan yang di laksanakan oleh organisasi dalam bentuk program
kerja yang di laksanakan bersama – sama,
gerakan seperti inilah yang akan menumbuhkan kesadaran kolektif dalam setiap diri
kader sehingga memudahkan terwujudnya masyarakat ideal sesuai yang di harapkan
oleh Ikatan.
Sebelum melakukan diaspora gerakan,
kesadaran diri kader dalam menginternalisasikan nilai - nilai Ikatan harus
sudah tertanam. Doktrin Ikatan yang melakukan misi kenabian berupa pemberdayaan
terhadap kaum dhuafa dan termarginalkan harus menjadi ruh dalam paradigma
gerakan yang di lakukan oleh IMM. Etos kenabian IMM ini yang menjadi landasan
pergerakan transformasi sosial yaitu yang bersifat bukan hanya membebaskan
tetapi juga mengarahkan atau memiliki tujuan yang jelas sesuai dengan
transformasi yang di lakukan oleh nabi (transformasi sosial)[12].
Dari pemahaman tersebut diatas secara
tidak langsung telah mematahkan stigma yang mengatakan bahwa diaspora yang di
lakukan oleh Kader Ikatan adalah Diaspora kekuasaan. Berbicara Diaspora dalam
ruang lingkup yang lebih kecil yaitu organisasi dalam kampus atau Perguruan
Tinggi seperti Badan Eksekutif Mahasiswa, Dewan Perwakilan Mahasiswa, Senat
Mahasiswa, Unit Kegiatan Mahasiswa dan lain sebagainya haruslah dianggap
sebagai ajang ber-Fastabiqul Khairat menerapkan
kemampuan Intelektual seorang Kader Ikatan dengan anggota Organisasi Kepemudaan
lainnya semacam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII), Kesatuan Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Front Mahasiswa Nasionalis
(FMN), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan masih banyak lagi.
Mission
Sacree atau misi suci yang dulu pernah di semboyankan oleh
Imperalisme barat terhadap dunia timur terbukti hanyalah teori saja. Hal tersebut
berbeda dengan Mission Sacree yang di gelorakan oleh kader Ikatan yang memang harus
benar benar terwujud sebagai bentuk pencerahan bagi organisasi dalam kampus
serta mensucikan gerakannya. Tentu misi suci ini akan dapat terwujud dengan
cepat jika saja Ikatan mempunyai alat yaitu Posisi sebagai Pimpinan tertinggi
dalam organisasi. Namun sudah seharusnya kader Ikatan meraih posisi tersebut dengan
cara yag suci pula agar tidak menodai misi sucinya. Tujuan yang baik jika
menggunakan cara yang salah maka akan tetap di anggap salah.
”Apabila sholat telah dilaksanakan, maka bertebarlah kamu di muka bumi carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung”. (QS. Al Jumu’ah :10)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar