Kamis, 25 Februari 2016

MENYOAL HAK ASASI MANUSIA KAUM LGBT



 “Kesalahan terbaik dari seorang manusia adalah ketika menolak dan atau menyimpang dari perilaku alamiah”


Setiap anak manusia terlahir sama di muka bumi ini, di sertai hak yang wajib di perolehnya sebagai manusia seperti hak untuk hidup, merdeka untuk memilih sesuatu, menyatakan pendapat serta rasa keadilan di depan hukum dan lainnya sebagainya yang di sebut dengan hak asasi manusia. Universal Declaration of human right menjadi landasan internasional kebebasan individu dalam memperoleh hak hak asasi manusianya. 

Belakangan, mulai tampak kepermukaan kaum yang menyebut dirinya LGBT dengan mengatasnamakan keadilan menuntut hak asasi nya terpenuhi. Sebagai kaum minoritas kaum LGBT menuntut kehadiran pemerintah dalam bentuk perlindungan dan legalitas yang menjamin keberadaannya, diantaranya menuntut pernikahan sesama jenis di legalkan.
Indonesia yang menganut Pancasila sudah sepantasnya menolak tuntutan tersebut mengingat sila pertama berbunyi ketuhahan yang maha esa dan fakta bahwa indonesia merupakan negara dengan mayoritas muslim. Sejauh pengetahuan penulis, tidak ada agama manapun di dunia yang melegalkan perilaku LGBT, fakta ini yang mengkorelasikan sila ketuhanan dengan penolakannya terhadap tuntutan tersebut. Bahkan bagi agama Samawi terdapat kisah nabi luth yang kaumnya (kaum Soddom)  di azhab karena perilaku menyukai sesama jenis. Jamak ulama muslim yang menafsirkan azhab hujan batu yang menimpa kaum nabi luth bukan saja karena mereka menolak kehadiran nabi luth namun perilaku menyimpang mereka yang di sebut sangat melampaui batas. Dalam Al’quran tertulis bahwa kaum soddom merupakan umat manusia pertama yang melalukan perilaku menyimpang tersebut.

Berbicara tentang hak asasi kaum LGBT, memang sudah sewajarnya mereka mendapatkan hak tersebut selayaknya manusia lain tapi menuntut legalitas pernikahan sesama jenis ini adalah soal lain, ini bukan lagi menyoal tentang hak tapi lebih pada soal moralitas. Melegalkan pernikahan sesama jenis sama artinya dengan membunuh umat manusia sama kejamnya dengan pembunuhan bayi perempuan pada zaman jahiliyah dan pembunuhan bayi laki laki pada zaman firaun. Karena hanya dengan cara hetereoseksual umat manusia dapat melahirkan keturunan dan ini sesuai dengan maqasid syariah yang salah satu asasnya memelihara keturunan. Terkait diskriminasi yang diterima kaum LGBT memang tidak sepenuhnya di benarkan, mengingat mereka juga seorang manusia dan warga negara yang berhak mendapat perlakuan adil dan rasa aman dan nyaman. Namun bukankah tidak hanya kaum LGBT yang mendapat diskrimanasi di bumi pertiwi ini ?, sebagai contoh agama islam yang merupakan agama terbesar di Indonesia pun mendapat diskriminasi yaitu dengan mengidentikan perilaku teroris dengan islam. Lalu bagaimana seharusnya menyikapi kaum LGBT ini ?

Sesungguhnya perilaku LGBT merupakan pilihan orang itu sendiri bukan kehendak bawaan atau perilaku alamiah manusia. Hal ini berdasarkan kepercayaan bahwa tuhan menciptakan manusia dalam bentuk sebaik baiknya, tidak mungkin tuhan “salah” menempatkan jiwa perempuan pada tubuh laki laki ataupun sebaliknya. Perilaku LGBT ini menjadi  habbit bagi seseorang karena di lakukan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama oleh orang tersebut. Mengutip hegel yang mengatakan bahwa pola pikir manusia tercipta karena kondisi lingkungannya, tentu yang di maksud lingkungan di sini bukan hanya  tempat tinggal namun lebih pada pergaulan yang biasa di ikuti. Maka dari itu cara terbaik menyadarkan seorang LGBT adalah bukan dengan kekerasan atau diskriminasi tapi dengan menjauhkan dari lingkungan LGBT nya. Opini public yang terbentuk juga seharusnya adalah opini membangun dengan tetap memberikan hak hidup bagi kaum LGBT.