“Kesalahan
terbaik dari seorang manusia adalah ketika menolak dan atau menyimpang dari
perilaku alamiah”
Setiap
anak manusia terlahir sama di muka bumi ini, di sertai hak yang wajib di
perolehnya sebagai manusia seperti hak untuk hidup, merdeka untuk memilih
sesuatu, menyatakan pendapat serta rasa keadilan di depan hukum dan lainnya
sebagainya yang di sebut dengan hak asasi manusia. Universal
Declaration of
human right menjadi landasan internasional kebebasan individu dalam
memperoleh hak hak asasi manusianya.
Belakangan, mulai tampak kepermukaan kaum
yang menyebut dirinya LGBT dengan mengatasnamakan keadilan menuntut hak asasi
nya terpenuhi. Sebagai kaum minoritas kaum LGBT menuntut kehadiran pemerintah
dalam bentuk perlindungan dan legalitas yang menjamin keberadaannya,
diantaranya menuntut pernikahan sesama jenis di legalkan.
Indonesia
yang menganut Pancasila sudah sepantasnya
menolak tuntutan tersebut mengingat sila pertama berbunyi ketuhahan yang maha
esa dan fakta bahwa indonesia merupakan negara dengan mayoritas muslim. Sejauh
pengetahuan penulis, tidak ada agama manapun di dunia yang melegalkan perilaku
LGBT, fakta ini yang mengkorelasikan sila ketuhanan dengan penolakannya
terhadap tuntutan tersebut. Bahkan bagi agama Samawi terdapat kisah nabi luth
yang kaumnya (kaum Soddom) di azhab
karena perilaku menyukai sesama jenis. Jamak ulama muslim yang menafsirkan
azhab hujan batu yang menimpa kaum nabi luth bukan saja karena mereka menolak
kehadiran nabi luth namun perilaku menyimpang mereka yang di sebut sangat
melampaui batas. Dalam Al’quran tertulis bahwa kaum soddom merupakan umat
manusia pertama yang melalukan perilaku menyimpang tersebut.
Berbicara
tentang hak asasi kaum LGBT, memang
sudah sewajarnya mereka mendapatkan hak tersebut selayaknya manusia lain tapi
menuntut legalitas pernikahan sesama jenis ini adalah soal lain, ini bukan lagi menyoal
tentang hak tapi lebih pada soal moralitas. Melegalkan pernikahan sesama jenis
sama artinya dengan membunuh umat manusia sama kejamnya dengan pembunuhan bayi
perempuan pada zaman jahiliyah dan pembunuhan bayi laki laki pada zaman firaun.
Karena hanya dengan cara hetereoseksual umat manusia dapat melahirkan keturunan
dan ini sesuai dengan maqasid syariah yang salah satu asasnya memelihara
keturunan. Terkait diskriminasi yang diterima kaum LGBT memang tidak sepenuhnya
di benarkan, mengingat mereka juga seorang manusia dan warga negara yang berhak
mendapat perlakuan adil dan rasa aman dan nyaman. Namun bukankah tidak hanya kaum
LGBT yang mendapat diskrimanasi di bumi pertiwi ini ?, sebagai contoh agama
islam yang merupakan agama terbesar di Indonesia pun mendapat diskriminasi
yaitu dengan mengidentikan perilaku teroris dengan islam. Lalu bagaimana
seharusnya menyikapi kaum LGBT ini ?
Sesungguhnya
perilaku LGBT merupakan pilihan orang itu sendiri bukan kehendak bawaan atau
perilaku alamiah manusia. Hal ini berdasarkan kepercayaan bahwa tuhan
menciptakan manusia dalam bentuk sebaik baiknya, tidak mungkin tuhan “salah” menempatkan jiwa perempuan pada
tubuh laki laki ataupun sebaliknya. Perilaku LGBT ini menjadi habbit bagi
seseorang karena di lakukan secara terus menerus
dalam jangka waktu yang lama
oleh orang tersebut. Mengutip hegel yang mengatakan
bahwa pola pikir manusia tercipta karena kondisi lingkungannya, tentu yang di
maksud lingkungan di sini bukan hanya tempat tinggal namun lebih pada pergaulan yang
biasa di ikuti. Maka dari itu cara terbaik menyadarkan seorang LGBT adalah
bukan dengan kekerasan atau diskriminasi tapi dengan menjauhkan dari lingkungan
LGBT nya. Opini public yang terbentuk juga seharusnya adalah opini membangun
dengan tetap memberikan hak hidup
bagi kaum LGBT.
